Rabu, 30 September 2015

Konstantinopel Dan Akhir Zaman

Apakah Penaklukan Konstantinopel sudah Terjadi?

Syeikh Imran Nazar Hosein


Nabi SAW yang diberkahi bersabda dengan penuh pujian untuk pasukan yang akan melakukan penaklukan itu, dan untuk Amir (Pemimpin) yang akan mengomandoi pasukan itu:

 “Sesungguhnya kalian akan menaklukan Konstantinopel. Betapa hebat pemimpinnya dan betapa hebat pasukannya !”
( Musnad, Imam Ahmad)


Saat nasionalis Turki sekuler menaklukkan kota itu kemudian mendirikan Republi kTurki sekuler pada tahun 1923, mereka memilih Istanbul sebagai nama resmi kotaitu dan melarang penggunaan nama atau nama-nama sebelumnya; sebagai akibatnya,nama ‘Konstantinopel’ surut dari kosa kata umum. Sesungguhnya, bahkan sekarang namaitu sepertinya sudah memasuki museum sejarah. Istanbul bukanlah nama baru. Itu adalah salah satu dari beberapa nama yang sebelumnya digunakan untuk menyebutkota itu. Meskipun demikian, nama yang paling terkenal dari kota itu tanpa keraguan adalah Konstantinopel. Dan larangan penggunaan nama selain Istanbul sepertinyatelah mengarah pada kebijakan utama untuk mencegah penggunaan nama yang paling terkenal. Ada sebuah alasan mengapa nama kota itu diubah, dan penggunaan nama lainnya dilarang, dan esai ini menjelaskan alasan itu.
 
Secara umum dipercaya bahwa ramalan Nabi Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam) ini sudah terwujud pada tahun 1453 ketika Turki Ottoman, di bawah komando Sultan Muhammad (Mehmet) Fatih muda, menaklukkan Konstantinopel. Meskipun demikian, hadits yang dikutip di bawah ini memberikan keterangan yang sangat jelas bahwa penaklukkan itu akan terjadi pada Akhir Zaman tepat sebelum kemunculan Anti-Kristus (atau al-Masihal-Dajjal) dalam bentuk manusia (yang akan menyatakan bahwa dirinya adalahal-Masih).

Dari Mua’dzbin Jabal: Nabi (sallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda:

... pecahnya perang besar akan (diikuti oleh) penaklukkan Konstantinopel; dan penaklukkan Konstantinopel akan (diikuti oleh) munculnya Dajjal (Anti-Kristus)... (Sunan,Abi Daud)

NasionalisTurki sekuler yang pada intinya tidak bertuhan tidak ingin umat Muslim menyadari bahwa penaklukkan Konstantinopel yang diramalkan Nabi Muhammad (sallallahu‘alaihi wa sallam) masih belum terwujud, dan akan terwujud; dan itu sepertinya menjadi setidaknya salah satu alasan mengapa mereka mengubah nama kota itu.Nabi Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam) menggunakan nama Konstantinopel(dalam bahasa Arab al-Qunstantiniyyah) saat dia meramalkan tentang kota itu.Dia tidak menggunakan nama lainnya.

Dengan demikian, jika nama itu di pindahkan ke museum maka sangat mungkin perhatian umat muslim akan dialihkan dari implikasi ramalan itu. Kami telah menunjukkan sebelumnya bahwa kita sekarang ada pada momen dalam sejarah ketika Jerusalem makmur sedangkan Madina dalam keadaan tandus. Dengan demikian, jelas bahwa dunia saat ini berdiri di dekat peperangan besar yang, akibatnya, akan mendorong umat muslim menaklukkan Konstantinopel. Penaklukkan oleh umat muslim tersebut tidak hanya akan membebaskan kota itu dari kekuasaan Turki nasionalis yang tidak bertuhan, tetapi juga melepaskan dan membebaskan kota itu dari genggaman NATO Zionis yang beracun.

Peristiwa tidak pantas menjadi bukti yang mendukung tesis kami, kami sekarang menyajikan bukti kuat yang membuktikan tanpa keraguan bahwa penaklukkan Konstantinopel oleh Ottoman pada tahun 1453 bukanlah penaklukkan yang diramalkan Nabi Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam).  

Pertimbangkan hal berikut:

Pasukan yangmenaklukkan Konstantinopel terdiri dari beberapa satuan. Sebagian adalah sukarelawan yang tertarik dengan barang rampasan kota itu. Sebagian lainnya adalah pasukan reguler terlatih dengan baik yang dikumpulkan dari seluruh wilayah Kekaisaran Ottoman. Namun inti utama pasukan Ottoman adalah satuan elite Janissari yang terlatih dengan paling baik. Pasukan ini terdiri dari anak-anak Kristen yang diambil secara paksa dari orang tua mereka (di wilayah-wilayah yang ditaklukkan oleh Ottoman), dan yang berpindah ke agama Islam dengan paksa dan diberi latihan militer yang sebaik mungkin. Mereka semua memberikan kesetiaan mereka secara pribadi kepada Sultan.

Tidak pernah dalam sejarah Islam umat muslim melakukan hal yang mempermalukan Islam dengan cara menangkap anak-anak Kristen dan memindahkan agama mereka secara paksa ke Islam, kemudian menggunakan mereka sebagai pasukan elite untuk berperang demi nama Islam.
Ini merupakan wujud dosa, sangat memalukan dan pelanggaran langsung perintah Allah dalam al-Qur’an yang melarang perpindahan agama ke Islam secara paksa. Hasil yang dapat diprediksi adalah kebencian abadi dan permusuhan terhadap Islam dan Umat Muslim di wilayah-wilayah asal anak-anak Kristen ini diculik. Wilayah Timur Kristen itu tepat adalah Rum yang Nabi ramalkan umat muslim akan bersekutu pada Akhir Waktu (yakni dengan mereka).

Ketika pasukan Ottoman membongkar pertahanan kota itu dan akhirnya berhasil memasuki kota itu sebagai penakluk, apa yang terjadi kemudian adalah “pembunuhan,perampasan, pemerkosaan, pembakaran, dan perbudakan”. Ini telah menjadi, dan masih menjadi perilaku pasukan itu saat mereka menaklukkan sebuah kota, tetapi ini bukanlah cara Islam yang menjaga kehormatan dan perlindungan bagi kehidupan dan kehormatan bagi wanita, anak-anak, orang-orang yang lebih tua dan orang-orang– seperti para pendeta – yang hidupnya di dedikasikan untuk agama.

Sesungguhnyaada bukti bahkan gereja-gereja dan biara-biara Kristen dirusak dengan amukan oleh orang-orang yang disebut pasukan Islam yang membongkar masuk kemudian memperkosa, merampas, dan membunuh bahkan sampai ke dalam gereja. Sultan mengijinkan hal ini terus berlanjut, tidak dibatasi dengan norma etika peperanganapa pun, selama tiga hari. Ottoman tidak peduli mengenai fakta bahwa Konstantinopel adalah ibu kota Kristen Bizantium (atau Rum). Perilaku pasukan Ottoman tersebut memastikan kebencian abadi terhadap Islam oleh orang-orang Bizantium.

Namun perilaku Sultan sendiri, segera setelah dia memasuki kota, sungguh tercela. Dengan memalukan dan penuh dosa, dia memerintahkan agar Katedral besar Bizantium Hagia Sophia yang telah dibangun 1000 tahun sebelumnya oleh Kaisar Justinian, dialihkan menjadi Masjid. Ketika umat Muslim menaklukkan Jerusalem pada masa Khilafah Umar bin al-Khattab, Kepala Keluarga Jerusalem, Sophronius, menolak menyerahkan kota kepada orang selain Khalifah sendiri. Umar harus melakukan perjalanan dari Madinah ke Jerusalem untuk menerima kunci kota itu. Saat dia diantar mengunjungi gereja suci Jerusalem, waktu solat tiba dan Sang Kepala Keluarga dengan sangat ramah mengajak Umar melakukan Salat tepat di sana di dalam Gereja Kebangkitan. Umar menolak karena dia takut hal itu akan dijadikan dasar hukum sehingga umat muslim boleh mengubah gereja menjadi Masjid.

Pengubahan Hagia Sophia menjadi Masjid oleh Sultan Ottoman bukanlah peristiwa biasa. Ini adalah gereja terbesar dan paling bagus di seluruh wilayah Kristen. Gereja ini telah mempertahankan posisi itu selama 1000 tahun. Dengan mengubah gereja menjadi Masjid, Sultan tidak hanya mempermalukan dunia Islam, tetapi juga menghujamkan pisau beracun ke jantung Kristen Timur Bizantium yang tidak akanpernah dilupakan. Sementara orang-orang lain mungkin mengubah gereja-gereja,biara-biara, dan bahkan masjid-masjid (contohnya seperti Cordoba), seorang Amir yang secara pribadi dipuji oleh Nabi sendiri tentu bukanlah orang dengan perilaku yang memalukan seperti itu.

Akhirnya kami harus mengingatkan bahwa para Sultan Ottoman tidak pernah menikah – karena mereka tidak ingin dibebani dengan menghormati hak-hak sah secara hukum yang Islam berikan kepada para istri dan saudara sedarah (dalam hal mengenai penerusan kepemimpinan dalam sistem kepemimpinan turun-temurun). Maka mereka membatasi diri sehingga mereka hanya tidur dengan para budak. Islam membatasi seorang lelaki memiliki istri sampai empat, tetapi tidak ada batasan berapa banyak budak perempuan yang dapat dia miliki dan dengan mereka dia dapat tidur.Maka para Sultan Ottoman memiliki budak-budak perempuan tetap yang disebut Harem.

Perempuan-perempuan ini hampir secara eksklusif diambil dari wilayah-wilayan Kristen yang ditaklukkan. Mereka tidak memiliki hak. Nabi Islam telah memerintahkan: Berilah budakmu makanan yang kalian sendiri memakannya,dan beri mereka pakaian yang kalian sendiri pakai. Dengan demikian, Islam memulihkan nilai kemanusiaan bagi para budak dan memberi mereka hak-hak. Para Sultan Ottoman di sisi lain, tidur dengan seorang budak perempuan, dan jika budak perempuan itu hamil dan melahirkan seorang anak lelaki, maka dia berhenti berhubungan seksual dengannya. Dia melakukan ini untuk memastikan agar budak perempuan itu tidak memiliki anak lagi, dengan demikian tidak ada saingan bagi anak lelakinya jika dia menggantikan Sultan sendiri. Nabi (sallallahu ‘alaihiwa sallam) menyatakan bahwa “pernikahan adalah setengah keimanan”. Tidak mungkin nabi yang diberkahi memaafkan perilaku para Sultan Ottoman yang seperti itu.

Jelas bagi penulis bahwa Sultan Muhammad Fatih tidak memenuhi syarat sebagai Amir yang disebutkan dalam hadits; tidak pula pasukan Ottoman yang dia pimpin memenuhi syarat sebagai pasukan yang disebutkan dalam hadits. Implikasinya adalah penaklukkan Istanbul atau Konstantinopel oleh umat muslim masih belum terjadi. Pembaca dianjurkan mempelajari topik ini lebih jauh kemudian menentukan kesimpulan sendiri.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar